Daoer Oelang, Pada jaman dahulu ada suatu cerita nyata yang mungkin bisa kita ambil hikmahnya, baik kita sebagai orangtua, anak ataupun sebagai warga masyarakat. Ada seorang pemuda yang taat beribadah, setiap hari dia selalu mendekatkan diri kepada Allah Sang Pencipta. Setiap hari, hampir seluruh waktunya dia habiskan hanya untuk mendekatkan diri dan mengabdi kepada Allah. Sampai-sampai dia membuat sebuah bangunan khusus di sebelah rumahnya hanya untuk mendekatkan diri kepada Sang Khaliq.

Orang-orang satu desa mengenalnya sebagai pemuda yang alim yang selalu mengabdi dan beribadah kepada Allah. Pada suatu hari, saat dia melakukan shalat, datanglah ibu dari pemuda tersebut sambil memanggilnya, "Hai Juraij (pemuda tersebut bernama "Juraij", red) kemarilah". Juraij, pemuda tersebut, karena sedang melakukan ibadah kepada Allah merasa bingung, antara melanjutkan ibadahnya atau memenuhi panggilan ibunya, akan tetapi akhirnya ia memutuskan untuk melanjutkan ibadahnya.

Dengan kuasa Allah, pada hari berikutnya kejadian tersebut kembali terulang. Pada saat pemuda tersebut melakukan shalat, ibunya datang dan memanggilnya, pemuda tersebut merasa binggung, antara melanjutkan ibadahnya atau memenuhi panggilan ibunya. Dan akhirnya kembali dia memutuskan untuk melanjutkan shalatnya. Demikian juga pada hari ketiga, kejadian tersebut terulang, dan pemuda tersebut tetap melanjutkan ibadahnya kepada Allah. Dengan berulangnya kejadian tersebut sampai tiga kali, sang ibu memanggil tanpa respon dari anaknya, membuat ibunya sedikit jengkel, maka ungkapkanlah kekesalan hati sang ibu tersebut dengan bermunajat kepada Allah "Ya Allah, janganlah Engkau cabut nyawa anakku (Juraij) sebelum dia mendapatkan fitnah yang luar biasa."

Dalam hidup bermasyarakat, meski orang berperilaku baik tentu ada juga yang tidak senang dan membencinya. Begitu juga dengan pemuda dalam cerita tersebut. Ada beberapa orang yang membencinya, dan selalu berusaha untuk berbuat tidak baik terhadap pemuda tersbut. Pada suatu hari ada seorang wanita nakal (pelacur, red) dia selalu berusaha merayu pemuda tersbut untuk mau kencan dengannya. Tetapi pemuda tersebut tetap kuat imannya dan tidak tergoda sedikitpun.

Beberapa bulan kemudian, wanita nakal tersebut hamil dan melahirkan seorang bayi, dan mengaku bahwa Juraij-lah yang menghamilinya dan bapak dari bayi yang dilahirkannya. Berita ini tersebar ke seluruh penjuru desa, dan penduduk desa tersebut percaya dengan berita yang didengarnya. Akhirnya penduduk desa tersebut menghakimi Juraij dan memporak porandakan rumah dan bangunan yang ditempati untuk ibadah. Kemudian Juraij melakukan shalat. Setelah shalat Juraij mendatangi bayi yang dilahirkan oleh perempuan nakal tersebut. Sambil memijit perut bayi, Juarij berkata "Wahai bayi, siapakah sebenarnya Bapakmu?" Dengan kuasa Allah, bayi yang belum dapat melakukan apa-apa tersebut menjawab "Bapakku adalah seorang penggembala".

Mendengar jawaban bayi ini, serta merta penduduk desa tersebut merangkul Juraij dan meminta maaf kepadanya dan berjanji akan membangun kembali rumah serta bangunan tempat ibadah Juraij yang telah porak poranda.

Dari cerita tersebut ada beberapa hikmah yang bisa diambil:
1. Jika kita sebagai orangtua, janganlah gampang mengeluarkan kata-kata yang dapat mengakibatkan anak-anak kita mendapat kesulitan dalam hidupnya (bencana). Kita harus berhati-hati jika mengeluarkan ucapan kepada anak-anak kita, karena apapun kata-kata yang keluar dari mulut orangtua merupakan doa bagi anak-anak.
2. Jika kita sebagai anak, beribadah bukan hanya selalu mendekatkan diri kepada Yang Maha Kuasa saja. Tetapi hormat dan patuh kepada orangtua juga merupakan suatu ibadah. Karena dengan hormat dan patuh pada orangtua, Allah akan meridoi apa yang kita lakukan.
3. Jika kita sebagai warga masyarakat, jangan gegabah dalam bertindak. Carilah kebenaran dari suatu masalah dengan cara yang adil dan bijaksana agar tidak menimbulkan masalah baru. Ingat, penyesalan kemudian tidak berguna.

Semoga bermanfaat.

0 komentar:

Posting Komentar