Daoer Oelang, Jika kita melakukan penelitian sederhana seperti yang akan saya tulis ini, hasilnya pasti akan membuat kita geleng-geleng kepala. Penelitian yang seperti apa?
Tanyakan kepada semua orang Indonesia yang Anda jumpai, segala profesi. Mulai rakyat biasa, birokrat, hakim, jaksa, pengacara, guru, dokter, polisi, anggota militer, pengusaha, anggota DPR atau DPRD, anggota DPD, anggota KPU, dll. Pertanyaannya sederhana ; berapa jumlah pulau yang dimiliki Indonesia?

Jawabannya pasti bermacam-macam. Ada yang menyebutkan angka pasti, perkiraan, sampai menjawab dengan 2 kata, tidak tahu atau menggelengkan kepala. Jawaban yang simpang siur itu menunjukkan bahwa bangsa ini (termasuk saya) adalah bangsa yang tidak terlalu peduli dengan dirinya, bangsanya, negaranya dan tanah airnya sendiri. Lepasnya pulau Sipadan dan Ligitan juga disebabkan ketidak pedulian itu. Kita hanya senang mengakui tapi tidak pernah terpikir untuk “ngopeni” (memelihara).

Negara kita ini negara kepulauan dengan jumlah pulau (menurut data Departemen Dalam Negeri tahun 2004) sebanyak 17.504 pulau. Dikurangi Sipadan dan Ligitan, jumlahnya tinggal 17.502 pulau. Beberapa tahun yang lalu muncul satu pulau baru di kepulauan Gili (Lombok). Dulu kepulauan Gili terdiri dari 3 pulau yaitu Gili Meno, Gili Trawangan, dan Gili Air. Pulau baru yang muncul itu dinamakan Gili Nongol. Jadi dengan tambahan Gili Nongol ini (kalau data Departemen Dalam Negeri itu benar), jumlah pulau di Indonesia menjadi 17.503 pulau, dengan rincian 7.869 pulau sudah punya nama, sementara 9.634 pulau lainnya belum diberi nama.

Sekitar 70% wilayah Indonesia terdiri dari lautan. Dengan kondisi seperti itu, laut seharusnya kita anggap sebagai penghubung antar pulau, bukan pemisah pulau-pulau. Dengan demikian, seharusnya transportasi laut benar-benar dikembangkan secara serius. Kenyataannya selama ini transportasi laut hanya mendapat perhatian ala kadarnya.

Dengan 70% luas wilayah terdiri dari lautan, seharusnya pertahanan laut kita harus paling kuat. Kenyataannya kondisi angkatan laut kita memprihatinkan. Tidaklah mengherankan jika kapal-kapal asing, baik kapal militer maupun pencari ikan dengan seenak perutnya sendiri sering masuk wilayah kita tanpa permisi. Dan kita lebih banyak tidak bisa berbuat apa-apa.

Semua kesalahan-kesalahan itu sebenarnya merupakan cerminan hasil dari sebuah proses pendidikan yang buruk. Cobalah cermati, dengan 70 % wilayah Indonesia berupa lautan, maka kekuatan kita yang utama ada di lautan. Pertanyaannya, apakah pendidikan yang terjadi di negeri ini punya tujuan untuk membangun ketertarikan generasi muda pada dunia kelautan dan perikanan? Kenyatannya hal itu tidak terjadi.

Coba tengok pelajaran menggambar di SD kita. Gambar pertama yang diperkenalkan justru gambar gunung, ada jalan di tengahnya. Samping kiri dan kanan sawah. Ada matahari di atas gunung. Mengapa bukan gambar laut atau suasana pantai yang diperkenalkan pertama kali? Berapa banyak bacaan-bacaan dalam buku pelajaran di sekolah yang menyajikan soal laut dengan segala isi dan potensinya? Hampir tidak ada. Dalam ulangan-ulangan atau ujian-ujian, adakah terpikir dibuat soal-soal yang bisa menimbulkan ketertarikan para siswa terhadap lautan kita? Hampir atau bahkan tidak ada sama sekali.

Jika kita cermati minat calon mahasiswa dalam memilih jurusan di PTN, disiitu terungkap, jurusan-jurusan yang strategis bagi kepentingan nasional seperti kelautan, perikanan dan pertanian ternyata peminatnya rendah. Rendahnya peminat bidang-bidang itu tentu berimplikasi serius di masa mendatang.

0 komentar:

Posting Komentar