Daoer Oelang, Pengadilan Agama Surabaya setiap bulan rata-rata memutuskan tidak kurang dari 200-250 perkara perceraian, angka ini tidak termasuk perkara yang masih dalam proses dan yang masih dalam tahap “eker-ekeran”. Penyebab utama diputuskannya kata-kata “cerai” di Pengadilan Agama Surabaya yang pertama adalah masalah perselingkuhan dan yang kedua adalah karena perkawinan di bawah umur.

Namun menurut hemat saya, faktor yang lebih banyak berpengaruh sebagai penyebab keretakan dalam rumah tangga adalah ketidak pedulian suami dan istri atas tugas masing-masing, dan ketidak siapan mereka dalam memasuki kehidupan pernikahan. Biasanya, untuk melaksanakan suatu tugas, keahlian dan kesiapan melaksanakannya merupakan suatu syarat. Jika seseorang kurang berpengetahuan dan kurang siap, maka orang itu tidak akan dapat mencapai tujuan yang dicita-citakan.

Pernikahan suci ibarat tali-Allah yang menghubungkan dua hati, menenangkan mereka ketika mereka dalam keadaan kacau balau, dan menitik beratkan keinginan-keinginan yang masuk akal ke satu tujuan yang dicita-citakan. Rumah adalah pusat cinta, kebaikan hati, kehangatan, dan juga tempat untuk bersantai, serta kehidupan yang nyaman. Rasulullah bersabda “Tidak ada satu lembaga yang diciptaklan dalam Islam yang lebih disukai Allah ketimbang lembaga pernikahan”

Meskipun Allah mengaruniakan keberkahan yang begitu berharga, tapi manusia malah tidak menghargainya, dan kadang-kadang -dikarenakan ketidak pedulian dan sifat egoisnya-, mengubah ikatan yang hangat dan penuh berkah ini menjadi penjara yang gelap atau bahkan neraka yang menyala. Karena ketidakpedulian manusia inilah, anggpota keluarga terpaksa hidup di dalam penjara yang gelap atau membiarkan ikatan pernikahan yang suci hancur berantakan.

Bila pasangan itu sadar akan tugas masing-masing dan mengerjakannya sesuai kemampuannya, maka rumah tangga akan menjadi tempat menjalin persahabatan dan menjadi surga. Tetapi, bila terdapat konflik-konflik dalam keluarga, rumah tangga akan dapat berubah menjadi penjara. Konflik dalam keluarga dapat disebabkan oleh beberapa faktor, seperti ekonomi, latar belakang keluarga dari pihak pria maupun wanita, lingkungan tempat tinggal, campur tangan yang tak diinginkan dari ayah, ibu dan anggota keluarga yang lainnya, serta puluhan penyebab lainnya.

Sebagai pasangan, suami istri harus saling memahami peran masing-masing dengan baik. Karena itu, sudah seharusnya suami istri saling memahami kekurangan serta kelebihannya. Untuk kemudian saling melengkapi dan menyempurnakannya. Jangan sampai kekurangan menjadi pemicu untuk saling menyalahkan yang berujung pada pertengkaran dan perceraian. Sudah semestinya seorang istri menjadi air pendingin saat suami terbakar emosi dan menjadi api penghangat saat suami terperangkap dalam dinginnya kemalasan dan ketidakgairahan, begitu juga sebaliknya. Itulah makna kebersamaan.

Pengetahuan dan kesiapan diperlukan dalam pernikahan. Misal, seorang perjaka harus memiliki pengetahuan yang cukup mengenai prinsip-prinsip dan nilai-nilai yang dianut istrinya serta hasrat-hasrat batiniahnya. Ia juga harus mengetahui tentang permasalahan dalam pernikahan dan cara-cara memecahkannya. Ia harus memahami pernikahan sebagai suatu ikatan dalam persahabatan, kejujuran, kebaikan, berpasangan, dan bekerja sama dalam suatu ikatan kehidupan berkeluarga. Demikian juga untuk seorang gadis. Untuk mencapai kehidupan bersama yang berhasil, harus ada saling pengertian, kerjasama, dan kesetiaan.

Walaupun masa depan kaum muda sangat bergantung pada pernikahan yang membutuhkan kesadaran akan pentingnya konsep-konsep pernikahan dan persiapan dalam menangani tugas-tugas yang penting. Namun, masyarakat kita kurang mengindahkan pentingnya persyaratan-persyaratan ini. Tidak sedikit orangtua yang terlalu berlebihan dalam memperhatikan hal-hal seperti mas kawin, kecantikan, dan kerpibadian, dan menyepelekan kesiapan anak-anaknya dalam membangun kehidupan berumah tangga. Mereka menikahkan putra-putra dan putri-putrinya tanpa membekali dengan pengetahuan tentang kehidupan berumah tangga.

Kemudian, setelah dua orang yang belum berpengalaman ini melangkah ke kehidupan baru, merekapun menjumpai banyak problem. Perbedaan-perbedaan pendapat, adu argumentasi, dan percekcokan mulai berkembang. Kadang-kadang, orangtua mereka lalu ikut campur tangan membantu memecahkan problem yang dihadapi mereka. Tetapi, karena campur tangan orangtua biasanya tidak adil, menyebabkan konflik-konflik tersebut semakin menjadi-jadi dan keadaanpun bertambah buruk.

Biasanya, tahun-tahun permulaan kehidupan berumah tangga diwarnai oleh banyak kejadian dan krisis. Inilah saat-saat dimana suatu keluarga mulai dapat terkoyak oleh perceraian dan perpisahan. Sebagian mereka tetap bertahan melanjutkan pernikahan dan memilih penjara yang mereka ciptakan sendiri ketimbang bercerai. Sementara itu, sebagian yang lain lebih dapat memahami pasangan masing-masing dan mulai dapat membangun kehidupan yanbg relatif nyaman.

Betapa enaknya, bila ada sarana pendidikan dan pelatihan dan pengajaran bagi para pemuda dan pemudi mengenai dasar-dasar dan cara membangun kehidupan pernikahan yang mempersiapkan mereka membangun rumah tangga mereka sendiri.

Tidak salah jika pemerintah dalam hal ini Menteri Agama, mengambil langkah antisipasi untuk menekan angka perceraian. Ke depan, sebelum pasangan suami istri melakukan pernikahan disyaratkan mengikuti pelatihan Pembinaan Keluarga Sakinah dan diharuskan sudah mendapat Sertifikat Pembentukan Keluarga Sakinah melalui pelatihan tersebut sebelum pernikahan dilakukan.

Semoga Bermanfaat.

0 komentar:

Posting Komentar